Rabu, 24 Januari 2018

STYLE ARSITEKTUR BAROK, YUNANI KUNO, RENAISSANCE, NEOKLASIKAL



02) STYLE ARSITEKTUR BAROK

1.     San Carlo alle Quattro Fontane

Contoh bangunan klasik adalah seperti San Carlo alle Quattro Fontane, bangunan ini tipe bangunan ibadah yang berfungsi untuk beribadah (gereja) ( 1638-41) di Roma. Dirancang oleh Francesco Borromini ( 1599-1677), merupakan salah satu contoh arsitektur terkemuka bergaya Barok. Kompleksitas yang geometris dalam menyambungkan bujur berbentuk oval dan lingkaran menciptakan keluasan di dalam sudut gereja yang kecil, yang mana berdiri sangat dekat dari Palazzo Barberini ( jendela yang dirancang oleh Borromini) dan piazza (serambi). (lihat gambar 1.1 dan 1.2)
    
(gambar 1.1)
San Carlo Alle Quattro dilihat dari atas dan (gambar 1.2)
Bagian muka gedung San Carlo alle quattro fontane

Gereja ini juga di jalan yang sama dari saingan mereka Lorenzo Gian Bernini'S dalam bangunan yang juga berbentuk oval Sant'Andrea al Quirinale. Kecekung bagian muka gedung yang cembung San Carlo menggelombang dalam suatu fungsi dan tidak klasik.  Salah satu patung yang paling utama dalam bangunan gereja tersebut adalah patung suci Charles Borromeo yang dibuat oleh Antonio Raggi. Di sampingnya adalah patung St. Yohanes Matha dan St. Felix Valois, pendiri dari Order Tritunggal.
                   
                               


(gambar 1.3)
Halaman San Carlo alle quattro fontane.dan Rencana denah adalah suatu persimpangan yang gegabah dari bentuk oval. (lihat gambar 1.4)

Di sudut dekat air mancur terdapat suatu lukisan tentang Neptunus berbaring telentang. Kubah dari gereja mempunyai suatu pola teladan kopor salib kompleks, bujur telur, dan sudut enam. Dari denah ini kita bisa lihat bahwa denah lantai dasar terdiri dari tiga ruangan yang sesuai untuk bermaca-macam fungsi.  Memasuki gereja ini kita akan menjumpai sebuah nave ( ruang tengah gereja) yang berbentuk oval yang menyediakan keangka spasial untuk rute prosesi umat.

Arah gerak dipertegas oleh kubah barrel yang memanjang dan kolom-kolom pada kedua sisi nave, yang pada seetiap kasus membentuk relung, nave berakhir pada bagian gereja yang terpenting yaitu mimbar. Ruang ini diperluas pada ketiga bagian sisi-sisinya melalui apse-apse (bagian gereja yang menonjol dan berbetuk setengah bundar). Bagian belakang apse tenagh merupakan dinding kolomn. Melaluinya paduan suara dapat dilihat.







Gambar          (1.1)
Stoa Attalus yang telah dipugar, Athena

Arsitektur ( bangunan yang dikerjakan menjadi suatu desain yang estetik) mulai berakhir di Yunani dari akhir periode Mycenaean ( sekitar 1200 BC) sampai abad ke 7 BC, manakala kehidupan kota dan kemakmuran kembali dan sampai batas di mana gedung pemerintah dapat dikerjakan. Tetapi sejak bangunan Yunani kuno berada di Archaic dan awal periode klasik dibuat dari kayu atau tanah liat, tidak ada apapun sisa reruntuhan di antara bangunan tersebut kecuali tanah dan di sana hampir tidak ada sumber tertulis tentang awal arsitektur atau uraian dari bangunan tersebut.

Kebanyakan pengetahuan tentang Arsitektur Yunani datang dari minoritas bangunan yang menyangkut gaya klasik,Hellenistic dan periode Roma (sejak arsitektur roma mengikuti gaya Yunani). Ini berarti hanya kuil yang bangunannya kuat yang bertahan.  Arsitektur, seperti lukisan dan pahatan tidak dilihat sebagai suatu " seni" pada Periode Yunani jaman kuno. Arsitek adalah seorang tukang yang ahli yang dipekerjakan oleh bangsawan atau orang kaya. Tidak ada perbedaan antara arsitek dan pemborong bangunan. Arsitek merancang bangunan, menyewa tenaga kerja dan tenaga ahli untuk membangun dan bertanggung jawab atas anggaran dan penyelesaian tepat waktu kedua-duanya. Ia tidak menikmati statusnya, tidak seperti arsitek pada bangunan modern. Bahkan nama arsitek tidak dikenal sebelum abad ke 5. Seorang arsitek seperti Iktinos, yang merancang Parthenon, yang hari ini dinilai sebagai seorang arsitektur yang genius, diperlakukan pada waktu itu dalam seumur hidupnya tidak lebih daripada seorang pedagang.

Bentuk standar Gedung pemerintah Yunani dikenal mempunyai bantuk yang sama dari Parthenon, dan bahkan bangsa Roma membangun bangunan mereka ,engikuti gaya Yunani, seperti Kuil untuk semua dewa di Roma.

Bangunan pada umumnya membentuk suatu dadu atau kubus ataupun suatu segiempat panjang dan dibuat dari batu gamping. Pualam adalah suatu material bangunan mahal di Yunani: pualam mutu tinggi datang hanya dari Mt Pentelus di Attica dan dari beberapa pulau seperti Paros, dan jalur transportasinya sangat sulit. Batu pualam digunakan dalam pahatan dekorasi, tidak berstruktur, kecuali di dalam bangunan paling agung periode zaman Klasik seperti Parthenon.




Gambar          (1.2)
Bagian atas dari Yunani Akademi Nasional yang dibangun di athena, mempertunjukkan pahatan pediment.

Titik dari atap Yunani yang rendah membuat suatu bentuk persegi tiga pada masing-masing tepi bangunan, pediment, yang mana pada umumnya diisi dengan dekorasi pahatan. Sepanjang sisi dari bangunan, antara kolom dan atap, adalah suatu baris blok sekarang dikenal sebagai entablature, yang permukaannya menyajikan suatu ruangang untuk memahat, dekorasi yang dikenal sebagai metopes dan triglyphs. Tidak ada yang dapat menyelamatkan bagunan Yunani dari keruntuhan, tetapi bangunan aslinya dapat dilihat pada beberapa tiruan dari bangunan modern Yunani, seperti Yunani Akademi Nasional yang membangun di Athena, lihat gambar (1.2)




Gambar          (1.3)
Tholos di Delphi
Format Arsitektur umum lainnya yang digunakan dalam arsitektur Yunani adalah tholos, suatu struktur lingkaran dimana contoh yang terbaik adalah pada Delphi (lihat gambar 1.3) dan tujuan religiusnya adalah melayani pemuja kuil, propylon atau serambi, yang mengapit pintu masuk ke ruangan terbuka dan cagar alam ( contoh yang terbaik yang dikenal adalah pada Acropolis Athens), dan stoa, suatu aula yang sempit panjang dengan suatu colonnade terbuka pada satu sisi yang digunakan untuk mengatur barisan kolom kuil Yunani. Suatu stoa yang telah dipugar adalah Stoa Attalus dapat dilihat di Athena. (lihat gambar 1.1)

Dasar dari segiempat panjang atau kubus pada umumnya diapit oleh colonnades ( baris kolom) pada bagian atas baik dua maupun pada keempat sisinya. Ini adalah format dari Parthenon. Sebagai alternatif, suatu bangunan berbentuk kubus akan membuat suatu serambi bertiang-tiang ( atau pronaos dalam) istilah Yunani) sebagai pembentukan pintu masuknya, seperti terlihat pada setiap Kuil untuk semua dewa. Yunani memahami prinsip dari pekerjaan menembok bangunan lengkung tetapi penggunaannya sangat sedikit dalam bangunan Yunani dan bangunan Yunani tidak meletakkan kubah pada atas bangunan mereka tetapi mengatapi bangunan mereka dengan balok kayu yang ditutup dengan terra cotta ( atau adakalanya batu pualam).



Gambar          (1.4)
Tampak depan dari perpustakaan Celcus, Ephesus.


Kuil adalah tempat terbaik yang dikenal umum dalam dunia arsitektural. Kuil tidak mempunyai fungsi yang sama dalam melayani seperti pada gerja modern. Untuk satu hal, altar memikul langit yang terbuka di dalam temenos atau tempat pengorbanan suci. Kuil bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda yang dianggap berhubungan langsung dengan dewa yang dipuja. Kuil adalah suatu tempat untuk pemuja dewa untuk meninggalkan sesaji yang memenuhi nazar mereka, seperti persembahan patung, Pada bagian dalam kuil, cella, begitu para pemuja sebagian besar menyimpan barang pemujaan mereka dalam ruangan besi dan gudang. Dan bangunan itu pada umumnya dilapisi oleh baris kolom yang lain .

Tiap-Tiap Kota di Yunani dengan segala ukurannya juga mempunyai suatu palaestra atau ruang olah raga. Ruangan ini sangat terbuka dengan atap terbuka menghadap ke langit dan dilapisi dengan colonnades, digunakan untuk kejuaraan atletik dan latihan juga sebagai pusat perkumpulan kegiatan sosial dan juga tempat perkumpulan kaum pria.

Kota Yunani juga perlu sedikitnya satu bouleuterion atau sidang, suatu bangunan yang besar yang sebagai ruang pertemuanyang menempatkan dewan kota ( boule) dan sebagai gedung pengadilan. Karena Yunani tidak menggunakan bangunan lengkung atau kubah, mereka tidak bisa membangun ruang besar tanpa didukung oleh atap, bouleuterion adalah baris tiang dan kolom internal yang digunakan untuk menopang atap atas.

Terakhir, tiap-tiap Kota di Yunani mempunyai suatu teater. Ini digunakan untuk pertemuan-pertemuan publik atau drama. Acara di dalam teater berkisar pada abad ke 6 BC ( lihat Teater Yunani). Teater pada umumnya yang ditetapkan dalam suatu lereng bukit di luar kota itu , dan mempunyai tempat duduk berupa barisan yang ditetapkan dalam suatu seperdua lingkaran di sekitar area pusat orkes atau acara. Di belakang orkes adalah suatu bangunan rendah yang disebut skene, yang mana bertindak sebagai suatu gudang, suatu kamar ganti, dan juga sebagai latar belakang pada tindakan yang berlangsung di dalam orkes atau pertunjukkan tersebut. Sejumlah Teater Yunani hampir tetap utuh, yang terbaik yang dikenal adalah teater Epidaurus.




Gambar (1.5)
Teater Herodes Atticus, Athena.

Ada dua gaya utama dalam Arsitektur Yunani, yaitu Doric dan Ionik. Nama ini digunakan hanya untuk bangsa Yunani sendiri. dan mencerminkan kepercayaan mereka pada Ionic dan Doric dari zaman kegelapan, tetapi ini tidak sepenuhnya benar. gaya Doric digunakan di tanah daratan Yunani dan tersebar dari sana pada wilayah jajahan Yunani di Italia. gaya Yang bersifat ionik digunakan di kota besar Ionia ( sekarang pantai barat Turki) dan sebagian dari pulau Aegean.

Gaya Doric jadi lebih keras dan formal, yang bersifat ionik jadi lebih longgar dan dekoratif. Gaya Corinthian yang mempunyai banyak hiasan adalah perkembangan akhir dari gaya ionik. Gaya ini dikenal hingga ke ibu kota, tetapi ada perbedaan banyak dalam poin-poin desain dan dekorasi antara gaya tersebut. Lihatlah artikel yang terpisah pada golongan klasik. Berikut adalah conth-contoh berbagai gaya kolom pada kuil di Yunani.
                          
                   

Gambar (1.6)dan (1.7)
Kuil Hephaestus, menunjukkan kolom dengan gaya Doric. Dan disampingnyaKuil Erechtheum di Athena, menunjukkan kolom dengan gaya Ionic




Gambar (1.8)
Kuil olympic Zeus di Athena, menunjukkan kolom dengan gaya corinthian




Masa Renaissance sering disebut juga masa pencerahan, karena menghidupkan kembali budaya-budaya klasik, hal ini disebabkan banyaknya pengaruh filsuf-filsuf dari Yunani dan Romawi. Selain itu ilmu pengetahuan, ketatanegaraan, kesenian, dan keagamaan berkembang dengan baik. Di masa ini arsitekturnya ikut berusaha menghi-dupkan kembali kebudayaan klasik jaman Yunani dan Romawi dengan jalur garap dan jalur pikir yang tersendiri, tidak menggunakan jalur garap dan pikir Yunani-Romawi. Dengan demikian, meskipun dalam wajah dan tatanan arsitektur dapat disaksikan keserupaan, keserupaan ini adalah hasil dari penafsiran dan penalaran, bukan semata-mata pencontohan dan bukan pula `penghadir-an kembali demi nostalgia’.

Pada masa ini, dunia keagamaan berkembang dengan pesat, terutama agama Kristen, sehingga pengaruh otorita seorang pemimpin gereja sangat kuat. Bersamaan dengan itu adalah tumbuhnya dan berseminya benih-benih ambisius dari ilmu untuk men-jajarkan diri dengan agama, yang pada saatnya nanti, akan menggantikan agama dalam perannya sebagai “penguasa semesta dan penguasa manusia”.



Gambar (1.1)
contoh bangunan gaya renaissance yang memperlihatkan tiang-tiang gaya klasik.


Pemerintahan dengan sistem kerajaan mulai digunakan, sehingga tercermin dalam bangunan-bangunan istana dan benteng dengan bentuk klasik. Perhatikan, di sini kerajaan dipimpin oleh dua kekuasaan yakni pertama adalah kekuasaan raja dan yang kedua adalah kekuasaan pemimin agama. Konflik dan perebutan kekuasaan antara raja dan agama yang mewarnai berjalannya jaman ini, kemudian diperramai lagi dengan munculnya kekuasaan baru yakni ilmu dan pengetahaun.

Dengan demikian, di jaman ini da-pat kita saksikan sosok perorangan yang ilmuwan, seniman dan sekaligus orang yang religius seperti Leonardo da Vinci; namun di sisi lain dapat pula disaksikan martir dalam keyakinan terhadap ilmu dan pengetahuannya, seperti Galileo Galilei.



Arsitektur Renaisans (yang berjaya dalam abad 15–17 M) memperlihatkan sejumlah ciri khas arsitektur. Munculnya kembali langgam-langgam Yunani dan Romawi seperti bentuk tiang langgam Dorik, Ionik, Korintia dan sebagai-nya; (meskipun pada perkembangan selanjutnya peng-gunaan langgam tersebut mulai berkurang) dapat disam-paikan sebagai ciri yang pertama.

Bentuk-bentuk denahnya sangat terikat oleh dalil-dalil yang sistematik, yaitu bentuk simetris, jelas dan teratur dengan teknik konstruksi yang bersahaja (kalau dibandingkan dengan masa sekarang, masa abad 20 khususnya). Di satu pihak, ketaatan pada dalil-dalil ini mencerminkan perlakuan yang diberlakukan pada arsitektur yakni, arsitektur ditangani dengan menggunakan daya nalar atau pikiran yang rasional.

Perlakuan yang menggunakan daya nalar ini sekaligus menjadi titik penting perjalanan arsitektur Barat mengingat sebelumnya arsitektur sepenuhnya diperlakukan hanya dengan menggunakan daya rasa seni bangunan. Dengan kesetiaan pada dalil itu pula sebaiknya kehadiran detil dan perampungan yang ornamental maupun dekoratif diposisikan. Maksudnya, unsur-unsur yang ornamental dan dekoratif dari bangunan dihadirkan sebagai penanda dan penunjuk bagi dalil-dalil yang digunakan. Sebuah ilustrasi sederhana dapat disampaikan di sini untuk memberikan penjelasan tentang hal itu.


Dengan perhitungan dan pertimbangan struktur/konstruksi bangunan, maka jarak antar kolom dapat dibuat sebesar a meter. Akan tetapi, karena jarak a meter dengan tinggi kolom yang b meter tidak menghasilkan kesesuaian dengan dalil yang menunjuk pada perbandingan 2b=3a, maka di antara kedua kolom itu dimunculkanlah rupa yang tak jauh berbeda dari rupa kolom (dinamakan pilaster) sehingga nisbah (ratio) 2b:3a dapat dipenuhi.

Ringkas kata, dalam masa Renaisans ini terjalinlah kesatuan gerak dalam berarsitektur, yakni kesa-tuan gerak nalar dan gerak rasa. Di masa ini pula arsitektur Yunani dan Romawi ditafsir kembali (reinterpretation) dengan menggunakan nalar (di-matematik-kan) dengan tetap mempertahankan rupa-pokok Yunani (pedimen dan pilar/kolom yang menandai konstruksi balok dipikul tiang)) serta Romawi (bangun dan konstruksi busur, yakni konstruksi bagi hadirnya lubangan pada konstruksi dinding pemikul)

   


Tiang gaya ionik dari Bait Olympicon terkesan lebih muda. Lebih elegan dan lebih langsing.
 Dimana tiang-tiang beserta balok murni masuk ke dalam arsitektur Yunani. Gaya ini disebut Gaya Dorik dan lebih murni dibandingkan gaya ionik.




Setelah tahun 1600-an, arsitektur Renaisans mulai meninggalkan gaya-gaya klasik, kemudian disambung dengan kebudayaan Barok (Baroque) dan Rococo. Barok dan Rococo dianggap merupakan bentuk dari kebudayaan Renaisans juga. Contoh dari aliran Barok adalah gereja St. Peter di Roma.







Gerakan pada akhir abad 18 dikenal dengan Neo klasik. Bentuk arsitektur yang dianggap ideal kemudian diwujudkan ke da-lam bentukan berkonstruksi kolom dan ba-lok dan tidak hanya bentukan dari konstruk-si dinding pemikul. Wujud arsitekturnya ju-ga dapat ditandai dengan munculnya un-sur-unsur dekoratif seperti pedimen, pedes-tal, entablature-terpotong dan sebagainya. Dalam sejumlah proyek dapat disaksikan bahwa bentukan yang kanonik masih dipakai untuk diletakkan pada posisi olahan komposisional.

Gaya ini merupakan gaya anti-rokoko yang dapat ditemukan pada beberapa gaya arsitektur eropa pada awal abad ke 18., dengan jelas diwakili dalam arsitektur Palladian di Georgia inggris dan Ireland, selain itu juga dapat ditemui dalam lapisan klasifikasi akhir gaya barok di Paris, di Berlin, dan bahkan di Roma, Alessandro Galilei pada bagian muka dari gadeung Giovanni di Laterano. Ini merupakan suatu arsitektur self-restraint yang sempurna, yang selektif hingga sekarang " yang terbaik" dalam mengikuti gaya bangsa Roma.

Neoklasikal pertama berkembang dan dan diperolah di London, melalui contoh dari bangunan Paris-Trained yang dirancang oleh tuan William chambers dan james " Athenian" Stuart, dan di Paris, melalui suatu generasi siswa seni Perancis yang training di Akademi Perancis di Roma dan yang dipengaruhi oleh kehadiran Charles-Louis Clérisseau dan tulisan Johann Joachim Winckelmann; itu dengan cepat diadopsi oleh lingkaran progresif di Sweden. Di Paris, banyak dari generasi arsitek neoklasikal yang pertama menerima pelatihan dalam Tradisi Perancis yang klasik melalui suatu rangkaian tentang ceramah kuliah praktis dan menyeluruh yang ditawarkan untuk dekade perkuliahan oleh Jacques-François Blondel.

Pada mulanya Italia bertaut pada Rococo sampai rejim Napoleo membawa arkeologis klasikal yang baru, yang dipeluk sebagai pernyataan politik oleh kaum muda yang progresif. Pusat dari ahli kebudayaan sejarah yunani polish adalah Warsaw di bawah aturan dari Raja polish Stanislaw Agustus Poniatowski. seniman dan arsitek yang dikenal terbaik di Poland tepatnya di Dominik Merlini, diantaranya adalah Jan Chrystian Kamsetzer, Szymon Bogumi Zug, Jakub Kubicki, Antonio Corazzi, Efraim Szreger, Kristen Piotr Aigner, Wawrzyniec Gucewicz dan Bertel.Thorvaldsen.



Karl Friedrich Schinkel's mendesain bangunan Elisabethkirche di Berlin (1832-1834)





Royal Scottish Academy, Edinburgh (1822-26), pada serambinya menggunakan tiang-tiang berbentuk dorik.

Gaya neo klasik mengalami tantangan berat sejalan dengan pesatnya kemajuan tekno-logi. Keyakinan bahwa arsitektur adalah ‘seni bangunan’ yang berbeda dengan kegiatan ‘engineering’ mulai mengalami pergeseran, setelah muncul suatu jarak antara arsitektur dan kemajuan konstruksi,bangunan.
  Perubahan-perubahan inilah yang kemudian mengarah pada munculnya arsitektur mo-dern. Arsitektur modern sendiri berprinsip pada tradisi fungsional, lebih cenderung pada pemikiran struktur daripada unsur-unsur lainnya.
Dari sekitar tahun 1800 Yunani merupakan contoh arsitektur yang segar, banyak mensketsa dan mengukir, memberi suatu daya dorong baru ke gaya meoklasikal atau yang disebut Kebangkitan kembali ilmu Yunani. Neoclassikal adalah suatu kekuatan utama di dalam seni akademis sampai abad ke 19 dan di luar daripada itu gaya ini merupakan lawan yang tepat dari gaya Romantis dan Gotik renasisans walaupun pada akhir abad ke 19 gaya ini diklasifikasikan sebagai gaya anti modern atau bahkan gaya yang reaksioner. Pada pertengahan abad ke 19, beberapa kota besar Eropa khususnya St Petersburg dan Munich- diubah bangunannya ke dalam musium Arsitektur neoklasikal yang dijamin kebenarannya.


Tokoh

Contoh tokoh Arsitektur neoklasikal adalah Karl Friedrich Schinkel’s dan bangunan dari Schinkel'S adalah Museum Tua di Berlin, Tuan John Soane’s arsitek dari Bank Inggris di London dan bangunan baru " capitol" di Washington, DC. Arsitek skotlandia Charles Cameron menciptakan interior mewah gaya Italianate untuk warga kelahiran jerman Catherine II yang agung di Rusia yaitu bangunan St. Petersburg dengan mnggunakan gaya internasional.




4) RUMAH GAYA KLASIK VICTORIA

Contoh rumah gaya sebuah karya arsitektur adalah bagian dari tren. Setiap orang boleh mempunyai selera akan gaya tetapi tidak setiap gaya harus menjadi bagian hidup seseorang. Karena itu setiap gaya dalam bidang arsitektur bisa tetap langgeng dan pasti selalu ada penggemarnya. Demikian juga sebuah karya yang akan di bahas ini, boleh dikatakan spesifik dan cukup langka ditengah era rumah minimalis dan tropis modern, yaitu gaya klasik victorian yang elok dan nyaman.  Hunian yang berlokasi di kawasan Pondok Kelapa. Jakarta Timur ini merupakan kediaman keluarga H. Sudirman M.R. yang dirancang oleh arsitek Darwandi dan desainer interior Dyah Retnowati dari tim konsultan Cipta Selaras.

Sebagai anggota keluarga besar yang sering mengadakan pertemuan di hunian ini H.Sudirman M.R. ingin membangun rumah tinggal yang luas meskipun lahannya hanya berukuran 600 m2. Pemilik memang menyukai hunian bergaya klasik yang mewah sekaligus yang mengekspresikan kemapanan, gaya hidup dan apresiasi seni pemilik yang dikombinasikan dengan sentuhan ornamen tradisional yang eksotik.  Untuk mengekspresikan hal tersebut arsitek berupaya menerapkan prinsip arsitektur klasik Eropa khususnya yang bernuansa kolonial yang Mass dikenal sebagai contoh rumah gaya Victorian.

 
 



Hal ini terlihat dari pemakaian elemen bangunan yang khas seperti pintu-pintu yang tinggi dan jendela dengan daun dobel yaitu daun jendela luar berupa krepyak sedangkan daun jendela dalamnya dilengkapi kaca.
 Massa bangunan juga dirancang simetris dan memperlihatkan hierarki ruang di antaranya bagian muka dilengkapi oleh dua buah pintu untuk akses keluar masuk dan portico di tengahnya untuk drop off dari kendaraan.



Di samping itu, sosok bangunan memperlihatkan sistem perimbangan yang tepat seperti lantai dasar sebagai bagian kaki, lantai atas sebagai badannya dan     atap sebagai kepala bangunan.

Khusus bagian atap, diterapkan bentuk atap khas gaya klasik Victorian Italianate (sebuah periode dalam perkembangan rumah Victorian Style), berupa atap curam dengan bagian puncaknya seakan-akan terpancung, dan dihiasi dengan jendela-jendela yang menonjol keluar dari bidang atap curam tersebut.

Arsitek juga mengadop elemen lain khas Victori-Italianate berupa cupola, yakni bagian bangunan yang muncul di antara susunan atap/massa bangunan yang menjulang ke atap mirip menara. Pada bangunan ini cupola tersebut denahnya berbentuk segi-6 dengan jendela-jendela keliling dan atapnya berbentuk kubah.


Cupola ini di samping berperan sebagai point of view juga bertungsi sebagai sumber pencahayaan alami bagi ruang dapur yang berada tepat di bawah kubah di lantai dasar. Bentuk cupola kubah seperti ini sering kita jumpai pada bangunan-bangunan kolonial di Indonesia, misalnya museum Fatahillah, gedung Bank Indonesia Cabang Solo, dan gedung Lawang Sewu.



Elemen lainnya khas gaya klasik Victorian juga berupa profil dekoratif yang menghias dinding, jendela dan pagar rumah. Pemakaian material besi ulir dengan motif stilasi melengkung pada pagar di balkon dan tangga dalam serta finishing duco warna off white pada setiap penggunaan kayu semakin menegaskan suasana gaya klasik di rumah ini.
Selain itu, beberapa elemen bangunan tropis diterapkan untuk mengantisipasi perubahan iklim tropis lingkungan. Contohnya teritis dan overstek dibuat lebih lebar dari pakem bangunan gaya klasik pada umumnya. Jendela yang lebar dan platon yang tinggi juga berhasil mengoptimalkan sirkulasi udara dan masuknya cahaya alami ke dalam rumah sehingga ruang dalamnya terasa nyaman. Pemakaian material alami seperti batu kali yang melapisi lantai pintu masuk dan tanaman di halaman muka juga memberikan sentuhan alami yang menyegarkan.

Untuk penataan di dalam rumah, arsitek dan desainer interior berupaya menciptakan kesan lapang dan impresif terutama di sekitar pintu masuk utama yang merupakan area menerima tamu. Oleh karena itu, dirancang foyer yang menyatu dengan tangga di bagian muka rumah dan area tersebut dirancang dengan void dua lantai dan plafon setinggi 6 m.

Tidak hanya itu, tangga dan dinding juga didesain berbentuk separuh lingkaran dan plafonnya dihias dengan lis profil yang disusun menyerupai sarang lebah sehingga menjadi eye catcher di area ini. Selanjutnya ruangan tamu ditempatkan di sebelah foyer dan terdapat bidang partisi yang menyekat antara foyer dan area dalam rumah sehingga privasi penghuni tetap terjaga.

Masuk ke bagian dalam, akan kita temukan ruangan keluarga yang dirancang langsung menghadap ke ruangan makan dan teras belakang sehingga dapat menampung aktivitas saat ada acara bersama.
Living area ini hanya disekat oleh jendela kaca lebar sehingga memiliki pemandangan lepas ke arah kolam renang di halaman belakang. Kamar tidur dan kamar mandi utama ditempatkan dl lantai dasar dengan jendela lebar ke arah halaman belakang sedangkan area servis dan garasi berada di sisi lain dari kaveling hunian. Di lantai atas, arsitek membuat sebuah ruang hobi yang dikelilingi oleh dua buah kamar tidur anak dan sebuah gazebo di balkon belakang yang menjadi tempat favorit untuk bersantai di sore hari.


Dalam menata ruangan dalam, desainer menerapkan interior bergaya klasik Amerika yang ornamen dekoratifnya lebih sederhana dibandingkan dengan gaya klasik Eropa.

Interior hunian ini juga didominasi oleh komposisi warna cokelat dan off white monokromatik yang menghadirkan suasana hangat dan homey yang didukung dengan tata pencahayaan (lighting) yang baik.

 
 



Dengan mengacu pada prinsip interior gaya klasik, desainer memadu padankan motif floral dengan motif garis-garis seperti terlihat pada pemakaian wallpaper dan soft furnishing di hunian. Pada furniturnya, terlihat ciri khas gaya klasik pada bentuk melengkung dan sentuhan warna emas yang dapat memberikan kesan mewah dan menarik. Sebagian besar furnitur diberi finishing duco dan dilengkapi oleh jok yang dilapisi oleh pelapis lembut.

Dengan demikian, furnitur ditata bukan sekadar memenuhi fungsi saja tetapi juga berfungsi sebagai benda seni (art work) yang dipadukan dengan aksesori interior lainnya seperti karpet, gorden dan lampu. Benda seni koleksi pemilik juga memainkan peranan penting dalam menciptakan “jiwa” hunian dan menegaskan kepribadian pemiliknya. Secara keseluruhan hasil kerja sama yang harmonis antara pemilik, arsitek dan desainer interior ini dapat mewujudkan sebuah hunian idaman.

Keterangan Gambar :
Gb. 1 Interior hunian didominasi oleh komposisi warna cokelat dan off white monokromatik yang menghadirkan suasana hangat dan homey seperti yang terlihat pada ruang tamu.
Gb. 2 Bagian muka rumah dilengkapi oleh portico di tengahnya untuk drop off dan kendaraan dan elemen dekoratif khas contoh rumah gaya klasik Victorian berupa profil dekoratif yang menghias dinding, jendela dan pagar rumah.
Gb. 3 Pemakaian material besi ulir dengan motif stilasi melengkung pada pagar di balkon semakin menegaskan suasana gaya klasik di rumah ini.
Gb. 4 Masuk ke bagian dalam, akan kita temukan ruangan keluarga yang dirancang langsung menghadap ke ruangan makan dan teras belakang sehingga dapat menampung aktivitas saat ada acara bersama.
Gb. 5 Ciri khas gaya klasik terlihat pada bentuk melengkung dan sentuhan warna emas yang dapat memberikan kesan mewah dan menarik. Sebagian besar furnitur diberi finishing duco seperti terlihat pada ruang makan.
Gb. 6 Dalam menata ruangan dalam, desainer menerapkan interior bergaya klasik Amerika yang ornamen dekoratifnya lebih sederhana dibandingkan dengan gaya klasik Eropa seperti terlihat pada detil pagar tangga dan motif wallpaper-nya.
Gb. 7 Tangga dan dinding juga didesain berbentuk separuh lingkaran dan plafonnya dihias dengan lis profit yang disusun menyerupai sarang lebah sehingga menjadi eye catcher di area ini.
Gb. 8 Karakter khas gaya Victorian terlihat dari pemakaian elemen pintu-pintu yang tinggi dan jendela dengan daun dobel yaitu daun jendela luar berupa krepyak sedangkan daun jendela dalamnya dilengkapi kaca dan teralis dari besi ulir.
Gb. 9 Gazebo yang terletak di balkon belakang menjadi tempat favorit untuk bersantai di sore hari.
















 

 


5) KLASIK NAN ARTISTIK


“Elegan, nyaman dan indah”, demikian kira-kira komentar orang saat berkunjung ke sebuah rumah tinggal bergaya neo klasik yang berada di kawasan Kedoya, Jakarta Barat ini.  Awalnya, bangunan dua lantai ini hanya disiapkan sebagai paviliun dari rumah induk yang berada di kaveling sebelah. Namun kemudian  kebutuhan pemilik berkembang. Bangunan ini dirancang juga untuk tempat olah raga pribadi, tempat berkumpul dan bersantai baik bersama keluarga maupun bersama kolega pemilik. Bangunan yang dirancang oleh arsitek Ir. Handajanto Sundojo dari PT Istasadhya Arsi ini juga mempertimbangkan alurnya dengan rumah induk seperti koridor penghubung dalam dan konsistensi detail ornamental sehingga tampil harmonis dan elegan.

Mengacu pada tampilan rumah induk, arsitek memilih konsep arsitektur bergaya neo klasik untuk bangunan baru, tanpa melupakan prinsip bangunan tropis. Hal ini terlihat dari komposisi elemen yang serba simetris dan ornamen dekoratif yang bermotif melengkung. Konsep ini diimbangi oleh dominasi teritis yang lebar dan deretan jendela untuk sirkulasi udara segar serta masuknya cahaya alami ke dalam rumah. Fasada rumah didominasi oleh warna putih gading dan cokelat serta dihias dengan cladding dengan batu sandstone yang dipadukan dengan ukiran pada batu mocca cream serta profil pada lisplank.

Pintu masuk utamanya sengaja dinaungi oleh portico dan sepasang kolom. Letaknya menjorok ke dalam untuk menegaskan kesan yang “hangat” dan mewah. Untuk susunan ruang dalam, arsitek menata ruang-ruang bersifat publik secara terbuka dan mengalir agar dapat menampung tamu dalam jumlah banyak. Melangkah ke dalam, kita menemui area foyer yang dilengkapi oleh void dua lantai dan bersisian dengan ruangan kerja yang merangkap perpustakaan pemilik. Di tengah rumah, terdapat area transisi yang mengantar kita ke ruangan serba guna, tangga dan halaman belakang.

Area transisi ini bersisian dengan pantri dan area makan pagi sedangkan teras berada di pinggir kolam renang. Ruangan serba guna berukuran 10 m x 10 m dirancang dengan plafon setinggi dua lantai yang dimanfaatkan untuk jamuan makan resmi, tempat rapat dan acara hiburan seperti panggung menyanyi dan berdansa. Area menarik lainnya adalah kolam renang berukuran 20 m x 10 m yang diberi naungan berupa atap datar yang ditopang deretan kolom sehingga saat berolah raga tidak terkena sinar matahari. Atap kolam ini juga dilengkapi oleh tiga buah lubang sehingga suasana di bawahnya tidak gelap atau sumpek.

Bagian tepi atap dirancang berupa kisi-kisi untuk tanaman rambat sedangkan area tepi kolam dikelilingi oleh taman sederhana sehingga suasana kolam renang menjadi segar. Salah satu sisi kolam renang didesain sebagai fokus perhatian dengan bentuk melengkung dan hiasan berupa pagar dan patung. Beranjak ke lantai atas, kita dapat bersantai di ruangan duduk atau beristirahat di kamar-kamar tidur tamu yang dilengkapi dengan kamar mandi dalam. Interior bangunan ini dirancang oleh Alexander Hudianto Wibowo dari PT Damar Mastercraft sedangkan desainnya terpadu dengan arsitektur yang bergaya neo klasik.

Ciri khas neo klasik terlihat pada sistem proporsi, penataan yang serba simetris dan pola pengulangan / repetitif yang menghadirkan kesan formal dan teratur pada interior rumah. Hal ini terlihat pada lis profil dan panelling yang menghias bagian kolom dan dinding serta cornice pada plafon.

Gaya neo klasik yang sudah dimodifikasi juga diterapkan di antaranya pola kotak-kotak pada plafon gantung yang dilengkapi oleh lampu tersembunyi untuk menghilangkan kesan “berat” dari ornamen dinding. Aplikasi gorden, vitrage dan karpet juga berperan penting untuk membentuk suasana nyaman dan “hangat” di ruangan.

Desainer melapisi hampir seluruh lantai dalam dengan marmer jenis crema marvil yang dikombinasikan dengan motif serat kayu antik sebagai bingkai tepinya. Furnitur yang khas klasik seperti kursi berlengan dan sofa berukuran besar serta finishing antique wash menghias setiap ruang. Ruangan serba guna sebagai pusat aktivitas di bangunan, dirancang bergaya klasik Eropa yang lebih “berat” di antaranya berupa ornamen ukiran pada cornice dan panelling dinding serta lukisan mural. Untuk memperindah ruangan, desainer memadukan furnitur dengan benda-benda seni yang serasi dengan gaya klasik.

Benda seni seperti lukisan, tapestry, patung dan aksesori berupa lampu dan bantal hias tampil menyatu dalam penataan interior dengan mengacu pada konsep rumah galeri (home gallery) sehingga menjadi eye catcher dalam ruangan.

Tata pencahayaan jenis spotlight atau jenis downlight juga sudah dipasang untuk menyorot keindahan benda seni. Hal ini juga diterapkan pada area sekitar kolam renang agar tercipta suasana yang menawan. Secara keseluruhan, desain bangunan yang elegan, interior yang klasik dan benda seni di rumah ini berhasil mengekspresikan gaya hidup penghuninya.




STYLE ARSITEKTUR BAROK, YUNANI KUNO, RENAISSANCE, NEOKLASIKAL

02) STYLE ARSITEKTUR BAROK 1.      San Carlo alle Quattro Fontane Contoh bangunan klasik adalah seperti San Carlo alle Quattro ...