Senin, 15 Januari 2018

PENDAHULUAN TIPOLOGI

PENDAHULUAN TIPOLOGI 

Tipe berasal dari kata Yunani‘t i pos’ yang secara luas memiliki cakupan makna yang menunjukkan dan bisa diaplikasikan kedalam banyak nuansa dan variasi dari ide-ide yang sama seperti sebuah model, matrik, impressi, cetakan maupun relief.


Tipologi
Karen (1994), dalam bahasannya tentang tipe dan tipologi, mengemukakan bahwa tipe menyerupai aspek klarifikasi, yaitu menggabungkan karakteristik yang sama dari kelompok karya arsitektur tersebut secara detail berbeda antara satu dengan yang lainnya. Definisi tipe memiliki dua kelompok konsep utama, yaitu kelompok satu menganggap tipe sebagai properti bentuk geometris, dan kelompok kedua, memandang tipe sebagai atribut bentuk yang berhubungan dan dihubungkan dengan kegunaan dan perkembangan kesejahteraan. Sekaitan dengan penelitian ini maka tipe dianggap sebagai properti bentuk geometris.

Karen (1994), menyebutkan bahwa tipologi geometri berguna untuk memahami teks-teks historis mengenai arsitektur yang memberikan referensi tentang geometri denah, tampang dan ruang. Tipologi digunakan sebagai alat untuk menganalisis obyek. Dengan tipologi suatu obyek arsitektur dapat dianalisis perubahan-perubahan yang berkaitan dengan bangun dasar, sifat dasar, serta proses perkembangan bangunan dasar tersebut. Selain itu tipologi juga dapat digunakan untuk menerangkan perubahan-perubahan dari suatu tipe, karena suatu tipe memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari tipe yang lain. Oleh karena itu tipologi akan memudahkan mengenali geometri arsitektur.

Selanjutnya Prijotomo (1995), dalam diktat tentang tipologi geometri, mengemukakan bahwa pengubahan adalah ihwal membuat sebuah benda asal berubah menjadi benda jadian yang memperlihatkan adanya serangkaian perbedaan dari benda asalnya. Pengubahan ini memiliki dua macam kemungkinan yaitu: pertama, pengubahan yang menjadikan benda jadian sudah tidak memperlihatkan/ memiliki kesamaan dan/ atau keserupaan dengan benda asal; kedua, perubahan menjadikan benda jadian berbeda dari benda asalnya tetapi perbedaan itu masih menunjukkan adanya petunjuk-petunjuk akan benda asalnya.

Style dapat ditambahkan kemudian setelah struktur terbentuk. (Style adalah ekspresi disain dari tipe yang terakumulasi dan dapat dikodifikasikan dalam sebuah sistem estetik. Tipe bangunan adalah hasil program-program arsitektur yang dirumuskan untuk mewadahi berbagai aktifitas manusia. Sehingga tipe ke belakang memiliki aspek program dan ke depan memiliki aspek style yang ketiganya merumus dalam pengertian tipologi. Relasi antar bangunan dipahami dari segi kawasan adalah urban fabric, dari segi metodologi adalah morfologi, dari segi profesi perancangan adalah urban design).

Tipologi bangunan, terdiri dari bangunan Hunian/Rumah tinggal, Masterplan perumahan, bangunan komersil (Toko, Ruko, Mall, Cafe, Restoran, dll), Penginapan (Kos-Kosan, Apartemen, Hotel), Bangunan Rekreasi (Villa, Resort, pusat hiburan, dll), Kantor, Rumah sakit, bangunan Sekolah (TK hingga Universitas), bangunan peribadatan (Masjid, Gereja), bangunan transportasi (Stasiun Kereta Api, Terminal Bus, Terminal Penumpang Kapal Laut, Terminal Bandara/Airport).                
Secara harfiah tipologi adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang tipe. Tipologi arsitektur atau dalam hal ini tipologi bangunan erat kaitannya dengan suatu penelusuran elemen-elemen pembentuk suatu sistem objek bangunan atau arsitektural. Elemen-elemen tersebut merupakan organisme arsitektural terkecil yang berkaitan untuk mengidentifikasi tipologi dan untuk membentuk suatu sistem, elemen-elemen tersebut mengalami suatu proyek komposisi, baik penggabungan, pengurangan, stilirisasi bentuk dan sebagainya.  Elemen-elemen dasar adalah elemen-elemen geometrikal seperti segitiga, lingkaran dan segi-empat. Namun dalam perkembangan seni dan bentuk, elemen-elemen ini telah banyak mengalami morfologi / perubahan-perubahan bentuk secara besar-besaran. Hal ini terkait dengan daya kreatifitas seni manusia dan teknologi yang berkembang. Lalu bagaimana tipologi bentuk/ arsitektur itu dapat terwujud? Bagaimana elemen-elemen tersebut mampu membentuk tipe-tipe tertentu?

Menurut Eccles des Beaux Arts, salah satu dari 3 definisi tipologinya dijelaskan bahwa:
Definisi yang digunakan oleh ahli teori arsitektur dan arsitek Itali dan Perancis selama 2 dasawarsa, memperlakukan tipologi sebagai totalitas kekhususan yang menggambarkan saat diciptakannya karya arsitektural oleh suatu masyarakat atau suatu kelas sosial.
 

Kemudian Anthony Vidler memberikan definisinya mengenai tipologi bangunan sebagai berikut:

Tipologi bangunan adalah sebuah studi/ penyelidikan tentang penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai/ mendapatkan klasifikasi organisme arsitektur melalui tipe-tipe. Klasifikasi mengindikasikan suatu perbuatan meringkas/ mengikhtiarkan, yaitu mengatur penanaman yang berbeda, yang masing-masing dapat diidentifikasikan, dan menyusun dalam kelas-kelas untuk mengidentifikasikan data umumnya dan memungkinkan membuat perbandingan-perbandingan pada kasus-kasus khusus. Klasifikasi tidak memperhatikan suatu tema pada suatu saat tertentu (rumah, kuil, dsb.) melainkan berurusan dengan contoh-contoh konkrit dari suatu tema tunggal dalam suatu periode atau masa yang terikat oleh ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap/ konstan.

Dari 2 definisi tersebut dijelaskan bahwa, dari definisi yang pertama menyatakan tipologi adalah sebuah totalitas kekhususan karya arsitektural yang diciptakan suatu masyarakat atau kelas sosial. Dalam hal ini dipahami ada beberapa atau kelompok bentuk arsitektural dalam masyarakat yang mempunyai ciri-ciri khusus. Kemudian ditambahkan bahwa yang disebut kelompok bentuk atau klasifikasi menurut Anthony Vidler adalah adanya suatu kelas-kelas yang mempunyai ciri-ciri tersendiri atau berbeda, yang dikenal dengan ‘langgam’. Kelompok berbagai ke-khusus-an karya arsitektural yang beragam tersebut bukan merupakan gejala tema temporal atau tertentu tetapi relevan disebut tipologi jika terikat dengan ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap atau konstan. Ke-permanen-an ini sebenarnya bukan berarti perkembangan arsitektur menjadi statis, tapi kedinamisan yang stabil dalam jangka waktu tertentu. Dari segi masa menurut Yulianto Sumalyo ke-permanen-an karakteristik tidak terlepas dari perubahan bentuk, sehingga dijelaskan bahwa:

Perubahan bentuk dapat dibedakan menjadi 2 hal. Yang pertama perubahan bentuk secara pelan-pelan atau evolusioner dan yang kedua secara cepat. Yang digolongkan dalam kategori pertama adalah arsitektur klasik dan tradisional, berkembang mengalami perubahan dalam waktu berpuluh-puluh tahun bahkan beratus-ratus tahun. Yang kedua arsitektur modern, berkembang dan berubah cepat, sejalan dengan cepatnya perkembangan teknologi dan penduduk.

Dari ke semua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan secara garis besar sebagai berikut: tipologi arsitektur adalah kegiatan yang berhubungan dengan klasifikasi atau pengelompokan karya arsitektural dengan kesamaan ciri-ciri atau totalitas kekhususan yang diciptakan oleh suatu masyarakat atau kelas sosial yang terikat dengan ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap atau konstan. Kesamaan ciri-ciri tersebut antara lain:
1. kesamaan bentuk dasar, sifat dasar objek
2. kesamaan fungsi objek
3. kesamaan asal-usul sejarah/ tema tunggal dalam suatu periode atau masa yang terikat oleh ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap/ konstan.

Tipologi dapat digunakan sebagai salah satu metode dalam mendefinisikan atau mengklasifikasikan objek arsitektural. Tipologi dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu objek dan analisa perubahan tersebut menyangkut bentuk dasar objek atau elemen dasar, sifat dasar, fungsi objek serta proses transformasi bentuknya. 
Menurut Rafael Moneo, analisa tipologi dibagi menjadi 3 fase yaitu:

a. Menganalisa tipologi dengan cara menggali dari sejarah untuk mengetahui ide awal dari suatu komposisi; atau dengan kata lain mengetahui asal-usul atau kejadian suatu objek arsitektural.
b. Menganalisa tipologi dengan cara mengetahui fungsi suatu objek.
c. Menganalisa tipologi dengan cara mencari bentuk sederhana suatu bangunan melalui pencarian bangun dasar serta sifat dasarnya.


TIPOLOGI ARSITEKTUR BANGUNAN


Tipologi adalah suatu studi yang berkaitan dengan tipe dari beberapa objek yang memiliki jenis yang sama. Tipologi merupakan sebuah bidang studi yang mengklasifikasikan, mengkelaskan, mengelompokkan objek dengan ciri khas struktur formal yang sama dan kesamaan sifat dasar ke dalam tipe-tipe tertentu dengan cara memilah bentuk keragaman dan kesamaan jenis. Aspek klasifikasi dalam pengenalan tipologi mengarah pada usaha untuk mengklasifikasikan, mengkelaskan, mengelompokkan objek berdasarkan aspek-aspek/kaidah-kaidah tertentu. Aspek-aspek yang dapat diklasifikasikan dapat berupa fungsi, bentuk, maupun gaya. Tipologi merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tipe. Arti kata ‘tipe’ sendiri berasal dari bahasa Yunani typos yang berarti ‘the root of…’, atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘akar dari…’(Loekito, 1994). Moneo (1976) dalam Loekito (1994), secara konsepsional mendefinisikan tipologi sebagai sebuah konsep yang mendeskripsikan sebuah kelompok obyek atas dasar kesamaan karakter bentuk-bentuk dasarnya.

Amiuza (2006) dalam kajiannya mengatakan, tipologi merupakan suatu konsep mendeskripsikan kelompok objek berdasarkan atas kesamaan sifat-sifat dasar yang berusaha memilah atau mengklasifikasikan bentuk keragaman dan kesamaan jenis. Dalam hal ini, tipologi merupakan hasil elaborasi karakteristik arsitektur, yang tersusun dari berbagai unsur kultural lokal dan luar yang spesifik dalam suatu struktur klasifikasi, baik secara klasifikasi fungsi, geometrik, maupun langgam/gaya.

Secara umum, tipologi berlandaskan pada kemungkinan mengelompokkan beberapa objek, karena memiliki kesamaan dalam sifat-sifat dasarnya. Tipologi juga dapat diartikan sebagai sebuah tindakan berpikir dalam rangka pengelompokan (Loekito 1994). Pada awal mulanya, tipologi sering disalah artikan sebagai sebuh cara melakukan klasifikasi atas dasar kriteria ‘model’. Kata ‘tipe’ menggambarkan sesuatu yang bersifat spesifik, dan tidak dapat diulang, sedangkan kata ‘model’ berarti sesuatu yang ada atau hadir karena akan diulang (Loekito 1994).

Tipologi adalah studi tetang tipe. Tipe adalah kelompok dari objek yang dicirikan oleh struktur formal yang sama, sehingga tipologi dikatakan sebagai studi tentang pengelompokkan objek sebagai model melalui kesamaan struktur. Struktur formal yang dimaksud disini tidak hanya berupa istilah yang berkaitan dengan geometrik fisik semata, tetapi berkaitan dengan apa yang disebut sebagai ‘deeper geometry’, yaitu geometri yang tidak hanya sebatas pada perbandingan geometri matematis, akan tetapi berkaitan dengan realita mulai dari aktivitas sosial sampai dengan konstruksi bangunan. Struktur formal juga diartikan sebagai kaitan atau inter-relasi antar elemen (Sugini dalam Aplikawati 2006).

Tjahjono (1992) mengatakan bahwa studi tipologi dalam dunia arsitektur berarti studi dalam usaha pemilahan, klasifikasi, hingga dapat terungkap keragaman dan kesamaan dalam produk arsitektur yang satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya, tipologi merupakan konsep yang mendeskripsikan kelompok objek atas dasar kesamaan sifat-sifat dasar. Menurut Sukada dalam Sulistijowati (1991), ada tiga tahapan yang harus ditempuh untuk menentukan suatu tipologi, yaitu sebagai berikut: 1. Menentukan bentuk-bentuk dasar yang ada dalam setiap objek arsitektural; 2. Menentukan sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh setiap objek arsitektural berdasarkan bentuk dasar yang ada dan melekat pada objek arsitektural tersebut; dan 3. Mempelajari proses perkembangan bentuk dasar tersebut sampai pada perwujudannya saat ini.

Habraken (1988) dalam Rusdi (1993) mengidentifikasikan tipologi arsitektur dalam sebuah parameter pola analisis yang berkaitan dengan Tipologi Galgeon, yang bertolak dari dasar perancangan arsitektur yang dipelopori oleh Vitruvius, parameter tersebut adalah: 1. Sistem Spasial, sistem ini berhubungan dengan pola ruang, orientasi, dan hierarkinya; 2. Sistem Fisik, sistem fisik dan kualitas figural berhubungan dengan wujud, pembatas ruang, dan karakter bahannya; dan 3. Sistem Stilistik, berhubungan dengan elemen atap, kolom, bukaan, dan ragam hias bangunan.

Tiga alasan pentingnya tipologi dalam arsitektur, yaitu antara lain (Aplikawati 2006:13): 1. Membantu proses analisis terhadap objek arsitektur yang sudah ada (dalam hal ini berfungsi sebagai penggambaran objek); 2. Berfungsi sebagai media komunikasi, dalam hal ini terkait dengan transfer pengetahuan; dan 3. Membantu kepentingan proses mendesain (membantu menciptakan produk baru). Tipologi arsitektur dibangun dalam bentuk arsip dari ”given tipes”, yaitu bentuk arsitektural yang disederhanakan menjadi bentuk geometrik. ”Given tipes” dapat berasal dari sejarah, tetapi dapat juga bersal dari hasil penemuan yang baru (Palasello dalam Sulistijowati 1991:13). Menurut Sulistijowati (1991:12), pengenalan tipologi akan mengarah pada upaya untuk ”mengkelaskan”, mengelompokkan atau mengklasifikasikan berdasar aspek atau kaidah tertentu. Aspek tersebut antara lain: 1. Fungsi (meliputi penggunaan ruang, struktural, simbolis, dan lain-lain); 2. Geometrik (meliputi bentuk, prinsip tatanan, dan lain-lain); dan 3. Langgam (meliputi periode, lokasi atau geografi, politik atau kekuasaan, etnik dan budaya, dan lain-lain).

Dalam pandangan Krier (2001), wajah bangunan menyampaikan keadaan budaya saat bangunan tersebut dibangun, wajah bangunan mengungkap kriteria tatanan dan penataan, dan berjasa dalam memberikan kemungkinan dan kreativitas dalam ornamentasi dan dekorasi. Krier (2001) mempertegas pendapatnya, bahwa muka bangunan merupakan wajah bangunan yang memamerkan keberadaan sebuah bangunan kepada publik. Muka bangunan dibentuk oleh dimensi, komposisi, serta ragam hias. Komposisi muka bangunan mempertimbangkan persyaratan fungsional pada dasarnya berkaitan dengan kesatuan proporsi yang baik, harmonis, dan selaras, penyusunan elemen horizontal dan vertikal yang terstruktur, bahan, warna, dan elemen dekoratif lainnya. Hal lainnya tidak kalah penting untuk mendapatkan perhatian lebih adalah proporsi bukaan, ketinggian bangunan, prinsip perulangan, keseimbangan komposisi yang baik, serta tema yang tercakup ke dalam variasi.
Selanjutnya menurut Krier (2001), wajah bangunan juga menceritakan dan mencerminkan kepribadian penghuni bangunannya, memberikan semacam identits kolektif sebagai suatu komunitas bagi mereka, dan pada puncaknya merupakan representasi komunitas tersebut dalam publik. Aspek penting dalam wajah bangunan adalah pembuatan semacam pembedaan antara elemen horizontal dan vertikal, dimana proporsi elemen tersebut harus sesuai terhadap keseluruhannya. Setelah prinsip penyusunan wajah bangunan ini, kondisi konstruksi dapat dibuat terlihat, misalnya artikulasi vertikal pada tiang sebagai penyangga. Penggunaan elemen-elemen naratif seperti balok jendela untuk mempertegas independensi jendela, teritisan yang menghasilkan bayangan, bahan-bahan yang menonjolkan massa juga dapat digunakan (Krier,2001). Pendapat Lippsmeier (1980:74-90) mempertegas lagi mengenai elemen wajah bangunan dari sebuah bangunan yang sekaligus merupakan komponen-komponen yang mempengaruhi wajah bangunan adalah: 1. Atap; 2. Dinding; dan 3. Lantai.

Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001), antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pintu, pintu memainkan peranan penting dan sangat menentukan dalam menghasilkan arah dan makna yang tepat pada suatu ruang. Ukuran umum pintu yang biasa digunakan adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3. ukuran pintu selalu memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran pendek, digunakan sebagai entrance ke dalam ruangan yang lebih privat. Skala manusia tidak selalu menjadi patokan untuk menentukan ukuran sebuah pintu. Contohnya pada sebuah bangunan monumental, biasanya ukuran dari pintu dan bukaan lainnya disesuaikan dengan proporsi kawasan sekitarnya. Posisi pintu ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan, bahkan pada batasan-batasan fungsional yang rumit, yang memiliki keharmonisan geometris dengan ruang tersebut. Proporsi tinggi pintu dan ambang datar pintu terhadap bidang-bidang sisa pada sisi-sisi lubang pintu adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Sebagai suatu aturan, pengaplikasian sistem proporsi yang menentukan denah lantai dasar dan tinggi sebuah bangunan, juga terhadap elemen-elemen pintu dan jendela. Alternatif lainnya adalah dengan membuat relung-relung pada dinding atau konsentrasi suatu kelompok bukaan seperti pintu dan jendela;

2. Jendela, jendela dapat membuat orang yang berada di luar bangunan dapat membayangkan keindahan ruangan-ruangan dibaliknya, begitu pula sebaliknya. Albert (tt) dalam Krier (2001), mengungkapkannya sebagai berikut: “...dari sisi manapun kita memasukkan cahaya, kita wajib membuat bukaan untuknya, yang selalu memberikan kita pandangan ke langit yang bebas, dan puncak bukaan tersebut tidak boleh terlalu rendah, karena kita harus melihat cahaya dengan mata kita, dan bukanlah dengan tumit kita: selain ketidaknyamanannya, yaitu jika seseorang berada di antara sesuatu dan jendela, cahaya akan terperangkap, dan seluruh bagian dari sisa ruangan akan gelap...” Pada beberapa masa, valuasi dan makna dari tingkat-tingkat tertentu diaplikasikan pada rancangan jendelanya. Susunan pada bangunan-bangunan ini mewakili kondisi-kondisi sosial, karena masing-masing tingkat dihuni oleh anggota dari kelas sosial yang berbeda.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan jendela pada wajah bangunan, antara lain adalah sebagai berikut: - Proporsi geometris wajah bangunan; - Penataan komposisi, yaitu dengan pembuatan zona wajah bangunan yang terencana; - Memperhatikan keharmonisan proporsi geometri; - Jendela memberikan distribusi pada wajah bangunan, oleh karena itu, salah satu efek atau elemen tertentu tidak dapat dihilangkan atau bahkan dihilangkan; dan - Jendela dapat bergabung dalam kelompok-kelompok kecil atau membagi wajah bangunan dengan elemen-elemen yang hampir terpisah dan membentuk simbol atau makna tertentu;

3. Dinding, keberadaan jendela memang menjadi salah satu unsur penting dalam pembentukan wajah bangunan bangunan, akan tetapi dinding juga memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dengan jendela, dalam pembentukan wajah bangunan. Penataan dinding juga dapat diperlakukan sebagai bagian dari seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari bangunan dapat ditonjolkan dengan pengolahan dinding yang unik, yang bisa didapatkan dari pemilihan bahan, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat, tekstur, dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat digunakan sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan;

4. Atap, jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai ataupun pelana. Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling sering dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki dan tubuh bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan kebanggaan dan martabat dari bangunan itu sendiri.

Secara visual, atap merupakan sebuah akhiran dari wajah bangunan, yang seringkali disisipi dengan loteng, sehingga atap bergerak mundur dari pandangan mata manusia. Perlunya bagian ini diperlakukan dari segi fungsi dan bentuk, berasal dari kenyataan bangunan memiliki bagian bawah (alas) yang menyuarakan hubungan dengan bumi, dan bagian atas yang memberitahu batas bangunan berakhir dalam konteks vertikal; dan

5. Sun Shading/Luifel, wajah bangunan memerlukan perlindungan dari cuaca dan iklim, oleh karena itu perlu adanya penggunaan ornamen atau bentukan-bentukan yang dapat melindungi wajah bangunan dari kedua faktor tersebut. Ornamen tersebut dapat berupa sun shading yang biasanya diletakkan di bagian atas wajah dan bukaan-bukaan yang ada pada wajah bangunan. Sun shading juga dapat menimbulkan efek berupa bayangan pada wajah bangunan yang dapat menjadikan wajah bangunan terlihat lebih indah




































PERTEMUAN KE
: 2,3,4
TUJUAN INSTRUKSIONAL
: Mahasiswa dapat mengetahui tipe-tipe bangunan dan dapat memahami perbedaan fungsi dan style/gaya bangunan
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
: Mahasiswa dapat mengetahui dan dapat membedakan style/gaya bangunan

02) STYLE ARSITEKTUR BAROK

1.     San Carlo alle Quattro Fontane

Contoh bangunan klasik adalah seperti San Carlo alle Quattro Fontane, bangunan ini tipe bangunan ibadah yang berfungsi untuk beribadah (gereja) ( 1638-41) di Roma. Dirancang oleh Francesco Borromini ( 1599-1677), merupakan salah satu contoh arsitektur terkemuka bergaya Barok. Kompleksitas yang geometris dalam menyambungkan bujur berbentuk oval dan lingkaran menciptakan keluasan di dalam sudut gereja yang kecil, yang mana berdiri sangat dekat dari Palazzo Barberini ( jendela yang dirancang oleh Borromini) dan piazza (serambi). (lihat gambar 1.1 dan 1.2)
    
Gereja ini juga di jalan yang sama dari saingan mereka Lorenzo Gian Bernini'S dalam bangunan yang juga berbentuk oval Sant'Andrea al Quirinale. Kecekung bagian muka gedung yang cembung San Carlo menggelombang dalam suatu fungsi dan tidak klasik.  Salah satu patung yang paling utama dalam bangunan gereja tersebut adalah patung suci Charles Borromeo yang dibuat oleh Antonio Raggi. Di sampingnya adalah patung St. Yohanes Matha dan St. Felix Valois, pendiri dari Order Tritunggal.


Di sudut dekat air mancur terdapat suatu lukisan tentang Neptunus berbaring telentang. Kubah dari gereja mempunyai suatu pola teladan kopor salib kompleks, bujur telur, dan sudut enam. Dari denah ini kita bisa lihat bahwa denah lantai dasar terdiri dari tiga ruangan yang sesuai untuk bermaca-macam fungsi.  Memasuki gereja ini kita akan menjumpai sebuah nave ( ruang tengah gereja) yang berbentuk oval yang menyediakan keangka spasial untuk rute prosesi umat.

Arah gerak dipertegas oleh kubah barrel yang memanjang dan kolom-kolom pada kedua sisi nave, yang pada seetiap kasus membentuk relung, nave berakhir pada bagian gereja yang terpenting yaitu mimbar. Ruang ini diperluas pada ketiga bagian sisi-sisinya melalui apse-apse (bagian gereja yang menonjol dan berbetuk setengah bundar). Bagian belakang apse tenagh merupakan dinding kolomn. Melaluinya paduan suara dapat dilihat.





Arsitektur ( bangunan yang dikerjakan menjadi suatu desain yang estetik) mulai berakhir di Yunani dari akhir periode Mycenaean ( sekitar 1200 BC) sampai abad ke 7 BC, manakala kehidupan kota dan kemakmuran kembali dan sampai batas di mana gedung pemerintah dapat dikerjakan. Tetapi sejak bangunan Yunani kuno berada di Archaic dan awal periode klasik dibuat dari kayu atau tanah liat, tidak ada apapun sisa reruntuhan di antara bangunan tersebut kecuali tanah dan di sana hampir tidak ada sumber tertulis tentang awal arsitektur atau uraian dari bangunan tersebut.

Kebanyakan pengetahuan tentang Arsitektur Yunani datang dari minoritas bangunan yang menyangkut gaya klasik,Hellenistic dan periode Roma (sejak arsitektur roma mengikuti gaya Yunani). Ini berarti hanya kuil yang bangunannya kuat yang bertahan.  Arsitektur, seperti lukisan dan pahatan tidak dilihat sebagai suatu " seni" pada Periode Yunani jaman kuno. Arsitek adalah seorang tukang yang ahli yang dipekerjakan oleh bangsawan atau orang kaya. Tidak ada perbedaan antara arsitek dan pemborong bangunan. Arsitek merancang bangunan, menyewa tenaga kerja dan tenaga ahli untuk membangun dan bertanggung jawab atas anggaran dan penyelesaian tepat waktu kedua-duanya. Ia tidak menikmati statusnya, tidak seperti arsitek pada bangunan modern. Bahkan nama arsitek tidak dikenal sebelum abad ke 5. Seorang arsitek seperti Iktinos, yang merancang Parthenon, yang hari ini dinilai sebagai seorang arsitektur yang genius, diperlakukan pada waktu itu dalam seumur hidupnya tidak lebih daripada seorang pedagang.

Bentuk standar Gedung pemerintah Yunani dikenal mempunyai bantuk yang sama dari Parthenon, dan bahkan bangsa Roma membangun bangunan mereka ,engikuti gaya Yunani, seperti Kuil untuk semua dewa di Roma.

Bangunan pada umumnya membentuk suatu dadu atau kubus ataupun suatu segiempat panjang dan dibuat dari batu gamping. Pualam adalah suatu material bangunan mahal di Yunani: pualam mutu tinggi datang hanya dari Mt Pentelus di Attica dan dari beberapa pulau seperti Paros, dan jalur transportasinya sangat sulit. Batu pualam digunakan dalam pahatan dekorasi, tidak berstruktur, kecuali di dalam bangunan paling agung periode zaman Klasik seperti Parthenon.


Titik dari atap Yunani yang rendah membuat suatu bentuk persegi tiga pada masing-masing tepi bangunan, pediment, yang mana pada umumnya diisi dengan dekorasi pahatan. Sepanjang sisi dari bangunan, antara kolom dan atap, adalah suatu baris blok sekarang dikenal sebagai entablature, yang permukaannya menyajikan suatu ruangang untuk memahat, dekorasi yang dikenal sebagai metopes dan triglyphs. Tidak ada yang dapat menyelamatkan bagunan Yunani dari keruntuhan, tetapi bangunan aslinya dapat dilihat pada beberapa tiruan dari bangunan modern Yunani, seperti Yunani Akademi Nasional yang membangun di Athena, lihat gambar (1.2)


Format Arsitektur umum lainnya yang digunakan dalam arsitektur Yunani adalah tholos, suatu struktur lingkaran dimana contoh yang terbaik adalah pada Delphi (lihat gambar 1.3) dan tujuan religiusnya adalah melayani pemuja kuil, propylon atau serambi, yang mengapit pintu masuk ke ruangan terbuka dan cagar alam ( contoh yang terbaik yang dikenal adalah pada Acropolis Athens), dan stoa, suatu aula yang sempit panjang dengan suatu colonnade terbuka pada satu sisi yang digunakan untuk mengatur barisan kolom kuil Yunani. Suatu stoa yang telah dipugar adalah Stoa Attalus dapat dilihat di Athena. (lihat gambar 1.1)

Dasar dari segiempat panjang atau kubus pada umumnya diapit oleh colonnades ( baris kolom) pada bagian atas baik dua maupun pada keempat sisinya. Ini adalah format dari Parthenon. Sebagai alternatif, suatu bangunan berbentuk kubus akan membuat suatu serambi bertiang-tiang ( atau pronaos dalam) istilah Yunani) sebagai pembentukan pintu masuknya, seperti terlihat pada setiap Kuil untuk semua dewa. Yunani memahami prinsip dari pekerjaan menembok bangunan lengkung tetapi penggunaannya sangat sedikit dalam bangunan Yunani dan bangunan Yunani tidak meletakkan kubah pada atas bangunan mereka tetapi mengatapi bangunan mereka dengan balok kayu yang ditutup dengan terra cotta ( atau adakalanya batu pualam).


Kuil adalah tempat terbaik yang dikenal umum dalam dunia arsitektural. Kuil tidak mempunyai fungsi yang sama dalam melayani seperti pada gerja modern. Untuk satu hal, altar memikul langit yang terbuka di dalam temenos atau tempat pengorbanan suci. Kuil bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda yang dianggap berhubungan langsung dengan dewa yang dipuja. Kuil adalah suatu tempat untuk pemuja dewa untuk meninggalkan sesaji yang memenuhi nazar mereka, seperti persembahan patung, Pada bagian dalam kuil, cella, begitu para pemuja sebagian besar menyimpan barang pemujaan mereka dalam ruangan besi dan gudang. Dan bangunan itu pada umumnya dilapisi oleh baris kolom yang lain .

Tiap-Tiap Kota di Yunani dengan segala ukurannya juga mempunyai suatu palaestra atau ruang olah raga. Ruangan ini sangat terbuka dengan atap terbuka menghadap ke langit dan dilapisi dengan colonnades, digunakan untuk kejuaraan atletik dan latihan juga sebagai pusat perkumpulan kegiatan sosial dan juga tempat perkumpulan kaum pria.

Kota Yunani juga perlu sedikitnya satu bouleuterion atau sidang, suatu bangunan yang besar yang sebagai ruang pertemuanyang menempatkan dewan kota ( boule) dan sebagai gedung pengadilan. Karena Yunani tidak menggunakan bangunan lengkung atau kubah, mereka tidak bisa membangun ruang besar tanpa didukung oleh atap, bouleuterion adalah baris tiang dan kolom internal yang digunakan untuk menopang atap atas.

Terakhir, tiap-tiap Kota di Yunani mempunyai suatu teater. Ini digunakan untuk pertemuan-pertemuan publik atau drama. Acara di dalam teater berkisar pada abad ke 6 BC ( lihat Teater Yunani). Teater pada umumnya yang ditetapkan dalam suatu lereng bukit di luar kota itu , dan mempunyai tempat duduk berupa barisan yang ditetapkan dalam suatu seperdua lingkaran di sekitar area pusat orkes atau acara. Di belakang orkes adalah suatu bangunan rendah yang disebut skene, yang mana bertindak sebagai suatu gudang, suatu kamar ganti, dan juga sebagai latar belakang pada tindakan yang berlangsung di dalam orkes atau pertunjukkan tersebut. Sejumlah Teater Yunani hampir tetap utuh, yang terbaik yang dikenal adalah teater Epidaurus.

Ada dua gaya utama dalam Arsitektur Yunani, yaitu Doric dan Ionik. Nama ini digunakan hanya untuk bangsa Yunani sendiri. dan mencerminkan kepercayaan mereka pada Ionic dan Doric dari zaman kegelapan, tetapi ini tidak sepenuhnya benar. gaya Doric digunakan di tanah daratan Yunani dan tersebar dari sana pada wilayah jajahan Yunani di Italia. gaya Yang bersifat ionik digunakan di kota besar Ionia ( sekarang pantai barat Turki) dan sebagian dari pulau Aegean.

Gaya Doric jadi lebih keras dan formal, yang bersifat ionik jadi lebih longgar dan dekoratif. Gaya Corinthian yang mempunyai banyak hiasan adalah perkembangan akhir dari gaya ionik. Gaya ini dikenal hingga ke ibu kota, tetapi ada perbedaan banyak dalam poin-poin desain dan dekorasi antara gaya tersebut. Lihatlah artikel yang terpisah pada golongan klasik. Berikut adalah conth-contoh berbagai gaya kolom pada kuil di Yunani.




Masa Renaissance sering disebut juga masa pencerahan, karena menghidupkan kembali budaya-budaya klasik, hal ini disebabkan banyaknya pengaruh filsuf-filsuf dari Yunani dan Romawi. Selain itu ilmu pengetahuan, ketatanegaraan, kesenian, dan keagamaan berkembang dengan baik. Di masa ini arsitekturnya ikut berusaha menghi-dupkan kembali kebudayaan klasik jaman Yunani dan Romawi dengan jalur garap dan jalur pikir yang tersendiri, tidak menggunakan jalur garap dan pikir Yunani-Romawi. Dengan demikian, meskipun dalam wajah dan tatanan arsitektur dapat disaksikan keserupaan, keserupaan ini adalah hasil dari penafsiran dan penalaran, bukan semata-mata pencontohan dan bukan pula `penghadir-an kembali demi nostalgia’.

Pada masa ini, dunia keagamaan berkembang dengan pesat, terutama agama Kristen, sehingga pengaruh otorita seorang pemimpin gereja sangat kuat. Bersamaan dengan itu adalah tumbuhnya dan berseminya benih-benih ambisius dari ilmu untuk men-jajarkan diri dengan agama, yang pada saatnya nanti, akan menggantikan agama dalam perannya sebagai “penguasa semesta dan penguasa manusia”.



Gambar (1.1)
contoh bangunan gaya renaissance yang memperlihatkan tiang-tiang gaya klasik.


Pemerintahan dengan sistem kerajaan mulai digunakan, sehingga tercermin dalam bangunan-bangunan istana dan benteng dengan bentuk klasik. Perhatikan, di sini kerajaan dipimpin oleh dua kekuasaan yakni pertama adalah kekuasaan raja dan yang kedua adalah kekuasaan pemimin agama. Konflik dan perebutan kekuasaan antara raja dan agama yang mewarnai berjalannya jaman ini, kemudian diperramai lagi dengan munculnya kekuasaan baru yakni ilmu dan pengetahaun.

Dengan demikian, di jaman ini da-pat kita saksikan sosok perorangan yang ilmuwan, seniman dan sekaligus orang yang religius seperti Leonardo da Vinci; namun di sisi lain dapat pula disaksikan martir dalam keyakinan terhadap ilmu dan pengetahuannya, seperti Galileo Galilei.

Arsitektur Renaisans (yang berjaya dalam abad 15–17 M) memperlihatkan sejumlah ciri khas arsitektur. Munculnya kembali langgam-langgam Yunani dan Romawi seperti bentuk tiang langgam Dorik, Ionik, Korintia dan sebagai-nya; (meskipun pada perkembangan selanjutnya peng-gunaan langgam tersebut mulai berkurang) dapat disam-paikan sebagai ciri yang pertama.

Bentuk-bentuk denahnya sangat terikat oleh dalil-dalil yang sistematik, yaitu bentuk simetris, jelas dan teratur dengan teknik konstruksi yang bersahaja (kalau dibandingkan dengan masa sekarang, masa abad 20 khususnya). Di satu pihak, ketaatan pada dalil-dalil ini mencerminkan perlakuan yang diberlakukan pada arsitektur yakni, arsitektur ditangani dengan menggunakan daya nalar atau pikiran yang rasional.

Perlakuan yang menggunakan daya nalar ini sekaligus menjadi titik penting perjalanan arsitektur Barat mengingat sebelumnya arsitektur sepenuhnya diperlakukan hanya dengan menggunakan daya rasa seni bangunan. Dengan kesetiaan pada dalil itu pula sebaiknya kehadiran detil dan perampungan yang ornamental maupun dekoratif diposisikan. Maksudnya, unsur-unsur yang ornamental dan dekoratif dari bangunan dihadirkan sebagai penanda dan penunjuk bagi dalil-dalil yang digunakan. Sebuah ilustrasi sederhana dapat disampaikan di sini untuk memberikan penjelasan tentang hal itu.


Dengan perhitungan dan pertimbangan struktur/konstruksi bangunan, maka jarak antar kolom dapat dibuat sebesar a meter. Akan tetapi, karena jarak a meter dengan tinggi kolom yang b meter tidak menghasilkan kesesuaian dengan dalil yang menunjuk pada perbandingan 2b=3a, maka di antara kedua kolom itu dimunculkanlah rupa yang tak jauh berbeda dari rupa kolom (dinamakan pilaster) sehingga nisbah (ratio) 2b:3a dapat dipenuhi.

Ringkas kata, dalam masa Renaisans ini terjalinlah kesatuan gerak dalam berarsitektur, yakni kesa-tuan gerak nalar dan gerak rasa. Di masa ini pula arsitektur Yunani dan Romawi ditafsir kembali (reinterpretation) dengan menggunakan nalar (di-matematik-kan) dengan tetap mempertahankan rupa-pokok Yunani (pedimen dan pilar/kolom yang menandai konstruksi balok dipikul tiang)) serta Romawi (bangun dan konstruksi busur, yakni konstruksi bagi hadirnya lubangan pada konstruksi dinding pemikul)



Tiang gaya ionik dari Bait Olympicon terkesan lebih muda. Lebih elegan dan lebih langsing.  Dimana tiang-tiang beserta balok murni masuk ke dalam arsitektur Yunani. Gaya ini disebut Gaya Dorik dan lebih murni dibandingkan gaya ionik.




Setelah tahun 1600-an, arsitektur Renaisans mulai meninggalkan gaya-gaya klasik, kemudian disambung dengan kebudayaan Barok (Baroque) dan Rococo. Barok dan Rococo dianggap merupakan bentuk dari kebudayaan Renaisans juga. Contoh dari aliran Barok adalah gereja St. Peter di Roma.















Gerakan pada akhir abad 18 dikenal dengan Neo klasik. Bentuk arsitektur yang dianggap ideal kemudian diwujudkan ke da-lam bentukan berkonstruksi kolom dan ba-lok dan tidak hanya bentukan dari konstruk-si dinding pemikul. Wujud arsitekturnya ju-ga dapat ditandai dengan munculnya un-sur-unsur dekoratif seperti pedimen, pedes-tal, entablature-terpotong dan sebagainya. Dalam sejumlah proyek dapat disaksikan bahwa bentukan yang kanonik masih dipakai untuk diletakkan pada posisi olahan komposisional.

Gaya ini merupakan gaya anti-rokoko yang dapat ditemukan pada beberapa gaya arsitektur eropa pada awal abad ke 18., dengan jelas diwakili dalam arsitektur Palladian di Georgia inggris dan Ireland, selain itu juga dapat ditemui dalam lapisan klasifikasi akhir gaya barok di Paris, di Berlin, dan bahkan di Roma, Alessandro Galilei pada bagian muka dari gadeung Giovanni di Laterano. Ini merupakan suatu arsitektur self-restraint yang sempurna, yang selektif hingga sekarang " yang terbaik" dalam mengikuti gaya bangsa Roma.

Neoklasikal pertama berkembang dan dan diperolah di London, melalui contoh dari bangunan Paris-Trained yang dirancang oleh tuan William chambers dan james " Athenian" Stuart, dan di Paris, melalui suatu generasi siswa seni Perancis yang training di Akademi Perancis di Roma dan yang dipengaruhi oleh kehadiran Charles-Louis Clérisseau dan tulisan Johann Joachim Winckelmann; itu dengan cepat diadopsi oleh lingkaran progresif di Sweden. Di Paris, banyak dari generasi arsitek neoklasikal yang pertama menerima pelatihan dalam Tradisi Perancis yang klasik melalui suatu rangkaian tentang ceramah kuliah praktis dan menyeluruh yang ditawarkan untuk dekade perkuliahan oleh Jacques-François Blondel.

Pada mulanya Italia bertaut pada Rococo sampai rejim Napoleo membawa arkeologis klasikal yang baru, yang dipeluk sebagai pernyataan politik oleh kaum muda yang progresif. Pusat dari ahli kebudayaan sejarah yunani polish adalah Warsaw di bawah aturan dari Raja polish Stanislaw Agustus Poniatowski. seniman dan arsitek yang dikenal terbaik di Poland tepatnya di Dominik Merlini, diantaranya adalah Jan Chrystian Kamsetzer, Szymon Bogumi Zug, Jakub Kubicki, Antonio Corazzi, Efraim Szreger, Kristen Piotr Aigner, Wawrzyniec Gucewicz dan Bertel.Thorvaldsen.

Gaya neo klasik mengalami tantangan berat sejalan dengan pesatnya kemajuan tekno-logi. Keyakinan bahwa arsitektur adalah ‘seni bangunan’ yang berbeda dengan kegiatan ‘engineering’ mulai mengalami pergeseran, setelah muncul suatu jarak antara arsitektur dan kemajuan konstruksi,bangunan.  Perubahan-perubahan inilah yang kemudian mengarah pada munculnya arsitektur mo-dern. Arsitektur modern sendiri berprinsip pada tradisi fungsional, lebih cenderung pada pemikiran struktur daripada unsur-unsur lainnya.
Dari sekitar tahun 1800 Yunani merupakan contoh arsitektur yang segar, banyak mensketsa dan mengukir, memberi suatu daya dorong baru ke gaya meoklasikal atau yang disebut Kebangkitan kembali ilmu Yunani. Neoclassikal adalah suatu kekuatan utama di dalam seni akademis sampai abad ke 19 dan di luar daripada itu gaya ini merupakan lawan yang tepat dari gaya Romantis dan Gotik renasisans walaupun pada akhir abad ke 19 gaya ini diklasifikasikan sebagai gaya anti modern atau bahkan gaya yang reaksioner. Pada pertengahan abad ke 19, beberapa kota besar Eropa khususnya St Petersburg dan Munich- diubah bangunannya ke dalam musium Arsitektur neoklasikal yang dijamin kebenarannya.


Tokoh

Contoh tokoh Arsitektur neoklasikal adalah Karl Friedrich Schinkel’s dan bangunan dari Schinkel'S adalah Museum Tua di Berlin, Tuan John Soane’s arsitek dari Bank Inggris di London dan bangunan baru " capitol" di Washington, DC. Arsitek skotlandia Charles Cameron menciptakan interior mewah gaya Italianate untuk warga kelahiran jerman Catherine II yang agung di Rusia yaitu bangunan St. Petersburg dengan mnggunakan gaya internasional.











 

4) RUMAH GAYA KLASIK VICTORIA

Contoh rumah gaya sebuah karya arsitektur adalah bagian dari tren. Setiap orang boleh mempunyai selera akan gaya tetapi tidak setiap gaya harus menjadi bagian hidup seseorang. Karena itu setiap gaya dalam bidang arsitektur bisa tetap langgeng dan pasti selalu ada penggemarnya. Demikian juga sebuah karya yang akan di bahas ini, boleh dikatakan spesifik dan cukup langka ditengah era rumah minimalis dan tropis modern, yaitu gaya klasik victorian yang elok dan nyaman.  Hunian yang berlokasi di kawasan Pondok Kelapa. Jakarta Timur ini merupakan kediaman keluarga H. Sudirman M.R. yang dirancang oleh arsitek Darwandi dan desainer interior Dyah Retnowati dari tim konsultan Cipta Selaras.

Sebagai anggota keluarga besar yang sering mengadakan pertemuan di hunian ini H.Sudirman M.R. ingin membangun rumah tinggal yang luas meskipun lahannya  hanya berukuran 600 m2. Pemilik memang menyukai hunian bergaya klasik yang mewah sekaligus yang mengekspresikan kemapanan, gaya hidup dan apresiasi seni pemilik yang dikombinasikan dengan sentuhan ornamen tradisional yang eksotik.  Untuk mengekspresikan hal tersebut arsitek berupaya menerapkan prinsip arsitektur klasik Eropa khususnya yang bernuansa kolonial yang Mass dikenal sebagai contoh rumah gaya Victorian.

 
 

Hal ini terlihat dari pemakaian elem


en bangunan yang khas seperti pintu-pintu yang tinggi dan jendela dengan daun dobel yaitu daun jendela luar berupa krepyak sedangkan daun jendela dalamnya dilengkapi kaca.


Massa bangunan juga dirancang simetris dan memperlihatkan hierarki ruang di antaranya bagian muka dilengkapi oleh dua buah pintu untuk akses keluar masuk dan portico di tengahnya untuk drop off dari kendaraan.

Di samping itu, sosok bangunan memperlihatkan sistem perimbangan yang tepat seperti lantai dasar sebagai bagian kaki, lantai atas sebagai badannya dan atap sebagai kepala bangunan.

 

 


Khusus bagian atap, diterapkan bentuk atap khas gaya klasik Victorian Italianate (sebuah periode dalam perkembangan rumah Victorian Style), berupa atap curam dengan bagian puncaknya seakan-akan terpancung, dan dihiasi dengan jendela-jendela yang menonjol keluar dari bidang atap curam tersebut.

Arsitek juga mengadop elemen lain khas Victori-Italianate berupa cupola, yakni bagian bangunan yang muncul di antara susunan atap/massa bangunan yang menjulang ke atap mirip menara. Pada bangunan ini cupola tersebut denahnya berbentuk segi-6 dengan jendela-jendela keliling dan atapnya berbentuk kubah.


Cupola ini di samping berperan sebagai point of view juga bertungsi sebagai sumber pencahayaan alami bagi ruang dapur yang berada tepat di bawah kubah di lantai dasar. Bentuk cupola kubah seperti ini sering kita jumpai pada bangunan-bangunan kolonial di Indonesia, misalnya museum Fatahillah, gedung Bank Indonesia Cabang Solo, dan gedung Lawang Sewu.




Elemen lainnya khas gaya klasik Victorian juga berupa profil dekoratif yang menghias dinding, jendela dan pagar rumah. Pemakaian material besi ulir dengan motif stilasi melengkung pada pagar di balkon dan tangga dalam serta finishing duco warna off white pada setiap penggunaan kayu semakin menegaskan suasana gaya klasik di rumah ini.
Selain itu, beberapa elemen bangunan tropis diterapkan untuk mengantisipasi perubahan iklim tropis lingkungan. Contohnya teritis dan overstek dibuat lebih lebar dari pakem bangunan gaya klasik pada umumnya. Jendela yang lebar dan platon yang tinggi juga berhasil mengoptimalkan sirkulasi udara dan masuknya cahaya alami ke dalam rumah sehingga ruang dalamnya terasa nyaman. Pemakaian material alami seperti batu kali yang melapisi lantai pintu masuk dan tanaman di halaman muka juga memberikan sentuhan alami yang menyegarkan.

Untuk penataan di dalam rumah, arsitek dan desainer interior berupaya menciptakan kesan lapang dan impresif terutama di sekitar pintu masuk utama yang merupakan area menerima tamu. Oleh karena itu, dirancang foyer yang menyatu dengan tangga di bagian muka rumah dan area tersebut dirancang dengan void dua lantai dan plafon setinggi 6 m.


Tidak hanya itu, tangga dan dinding juga didesain berbentuk separuh lingkaran dan plafonnya dihias dengan lis profil yang disusun menyerupai sarang lebah sehingga menjadi eye catcher di area ini. Selanjutnya ruangan tamu ditempatkan di sebelah foyer dan terdapat bidang partisi yang menyekat antara foyer dan area dalam rumah sehingga privasi penghuni tetap terjaga.

Masuk ke bagian dalam, akan kita temukan ruangan keluarga yang dirancang langsung menghadap ke ruangan makan dan teras belakang sehingga dapat menampung aktivitas saat ada acara bersama.
Living area ini hanya disekat oleh jendela kaca lebar sehingga memiliki pemandangan lepas ke arah kolam renang di halaman belakang. Kamar tidur dan kamar mandi utama ditempatkan dl lantai dasar dengan jendela lebar ke arah halaman belakang sedangkan area servis dan garasi berada di sisi lain dari kaveling hunian. Di lantai atas, arsitek membuat sebuah ruang hobi yang dikelilingi oleh dua buah kamar tidur anak dan sebuah gazebo di balkon belakang yang menjadi tempat favorit untuk bersantai di sore hari.


Dalam menata ruangan dalam, desainer menerapkan interior bergaya klasik Amerika yang ornamen dekoratifnya lebih sederhana dibandingkan dengan gaya klasik Eropa.

Interior hunian ini juga didominasi oleh komposisi warna cokelat dan off white monokromatik yang menghadirkan suasana hangat dan homey yang didukung dengan tata pencahayaan (lighting) yang baik.

 
 



Dengan mengacu pada prinsip interior gaya klasik, desainer memadu padankan motif floral dengan motif garis-garis seperti terlihat pada pemakaian wallpaper dan soft furnishing di hunian. Pada furniturnya, terlihat ciri khas gaya klasik pada bentuk melengkung dan sentuhan warna emas yang dapat memberikan kesan mewah dan menarik. Sebagian besar furnitur diberi finishing duco dan dilengkapi oleh jok yang dilapisi oleh pelapis lembut.

Dengan demikian, furnitur ditata bukan sekadar memenuhi fungsi saja tetapi juga berfungsi sebagai benda seni (art work) yang dipadukan dengan aksesori interior lainnya seperti karpet, gorden dan lampu. Benda seni koleksi pemilik juga memainkan peranan penting dalam menciptakan “jiwa” hunian dan menegaskan kepribadian pemiliknya. Secara keseluruhan hasil kerja sama yang harmonis antara pemilik, arsitek dan desainer interior ini dapat mewujudkan sebuah hunian idaman.


Keterangan Gambar :
Gb. 1 Interior hunian didominasi oleh komposisi warna cokelat dan off white monokromatik yang menghadirkan suasana hangat dan homey seperti yang terlihat pada ruang tamu.
Gb. 2 Bagian muka rumah dilengkapi oleh portico di tengahnya untuk drop off dan kendaraan dan elemen dekoratif khas contoh rumah gaya klasik Victorian berupa profil dekoratif yang menghias dinding, jendela dan pagar rumah.
Gb. 3 Pemakaian material besi ulir dengan motif stilasi melengkung pada pagar di balkon semakin menegaskan suasana gaya klasik di rumah ini.
Gb. 4 Masuk ke bagian dalam, akan kita temukan ruangan keluarga yang dirancang langsung menghadap ke ruangan makan dan teras belakang sehingga dapat menampung aktivitas saat ada acara bersama.
Gb. 5 Ciri khas gaya klasik terlihat pada bentuk melengkung dan sentuhan warna emas yang dapat memberikan kesan mewah dan menarik. Sebagian besar furnitur diberi finishing duco seperti terlihat pada ruang makan.
Gb. 6 Dalam menata ruangan dalam, desainer menerapkan interior bergaya klasik Amerika yang ornamen dekoratifnya lebih sederhana dibandingkan dengan gaya klasik Eropa seperti terlihat pada detil pagar tangga dan motif wallpaper-nya.
Gb. 7 Tangga dan dinding juga didesain berbentuk separuh lingkaran dan plafonnya dihias dengan lis profit yang disusun menyerupai sarang lebah sehingga menjadi eye catcher di area ini.
Gb. 8 Karakter khas gaya Victorian terlihat dari pemakaian elemen pintu-pintu yang tinggi dan jendela dengan daun dobel yaitu daun jendela luar berupa krepyak sedangkan daun jendela dalamnya dilengkapi kaca dan teralis dari besi ulir.
Gb. 9 Gazebo yang terletak di balkon belakang menjadi tempat favorit untuk bersantai di sore hari.
















 

 


5) KLASIK NAN ARTISTIK


“Elegan, nyaman dan indah”, demikian kira-kira komentar orang saat berkunjung ke sebuah rumah tinggal bergaya neo klasik yang berada di kawasan Kedoya, Jakarta Barat ini.  Awalnya, bangunan dua lantai ini hanya disiapkan sebagai paviliun dari rumah induk yang berada di kaveling sebelah. Namun kemudian  kebutuhan pemilik berkembang. Bangunan ini dirancang juga untuk tempat olah raga pribadi, tempat berkumpul dan bersantai baik bersama keluarga maupun bersama kolega pemilik. Bangunan yang dirancang oleh arsitek Ir. Handajanto Sundojo dari PT Istasadhya Arsi ini juga mempertimbangkan alurnya dengan rumah induk seperti koridor penghubung dalam dan konsistensi detail ornamental sehingga tampil harmonis dan elegan.

Mengacu pada tampilan rumah induk, arsitek memilih konsep arsitektur bergaya neo klasik untuk bangunan baru, tanpa melupakan prinsip bangunan tropis. Hal ini terlihat dari komposisi elemen yang serba simetris dan ornamen dekoratif yang bermotif melengkung. Konsep ini diimbangi oleh dominasi teritis yang lebar dan deretan jendela untuk sirkulasi udara segar serta masuknya cahaya alami ke dalam rumah. Fasada rumah didominasi oleh warna putih gading dan cokelat serta dihias dengan cladding dengan batu sandstone yang dipadukan dengan ukiran pada batu mocca cream serta profil pada lisplank.

Pintu masuk utamanya sengaja dinaungi oleh portico dan sepasang kolom. Letaknya menjorok ke dalam untuk menegaskan kesan yang “hangat” dan mewah. Untuk susunan ruang dalam, arsitek menata ruang-ruang bersifat publik secara terbuka dan mengalir agar dapat menampung tamu dalam jumlah banyak. Melangkah ke dalam, kita menemui area foyer yang dilengkapi oleh void dua lantai dan bersisian dengan ruangan kerja yang merangkap perpustakaan pemilik. Di tengah rumah, terdapat area transisi yang mengantar kita ke ruangan serba guna, tangga dan halaman belakang.

Area transisi ini bersisian dengan pantri dan area makan pagi sedangkan teras berada di pinggir kolam renang. Ruangan serba guna berukuran 10 m x 10 m dirancang dengan plafon setinggi dua lantai yang dimanfaatkan untuk jamuan makan resmi, tempat rapat dan acara hiburan seperti panggung menyanyi dan berdansa. Area menarik lainnya adalah kolam renang berukuran 20 m x 10 m yang diberi naungan berupa atap datar yang ditopang deretan kolom sehingga saat berolah raga tidak terkena sinar matahari. Atap kolam ini juga dilengkapi oleh tiga buah lubang sehingga suasana di bawahnya tidak gelap atau sumpek.

Bagian tepi atap dirancang berupa kisi-kisi untuk tanaman rambat sedangkan area tepi kolam dikelilingi oleh taman sederhana sehingga suasana kolam renang menjadi segar. Salah satu sisi kolam renang didesain sebagai fokus perhatian dengan bentuk melengkung dan hiasan berupa pagar dan patung. Beranjak ke lantai atas, kita dapat bersantai di ruangan duduk atau beristirahat di kamar-kamar tidur tamu yang dilengkapi dengan kamar mandi dalam. Interior bangunan ini dirancang oleh Alexander Hudianto Wibowo dari PT Damar Mastercraft sedangkan desainnya terpadu dengan arsitektur yang bergaya neo klasik.

Ciri khas neo klasik terlihat pada sistem proporsi, penataan yang serba simetris dan pola pengulangan / repetitif yang menghadirkan kesan formal dan teratur pada interior rumah. Hal ini terlihat pada lis profil dan panelling yang menghias bagian kolom dan dinding serta cornice pada plafon.

Gaya neo klasik yang sudah dimodifikasi juga diterapkan di antaranya pola kotak-kotak pada plafon gantung yang dilengkapi oleh lampu tersembunyi untuk menghilangkan kesan “berat” dari ornamen dinding. Aplikasi gorden, vitrage dan karpet juga berperan penting untuk membentuk suasana nyaman dan “hangat” di ruangan.

Desainer melapisi hampir seluruh lantai dalam dengan marmer jenis crema marvil yang dikombinasikan dengan motif serat kayu antik sebagai bingkai tepinya. Furnitur yang khas klasik seperti kursi berlengan dan sofa berukuran besar serta finishing antique wash menghias setiap ruang. Ruangan serba guna sebagai pusat aktivitas di bangunan, dirancang bergaya klasik Eropa yang lebih “berat” di antaranya berupa ornamen ukiran pada cornice dan panelling dinding serta lukisan mural. Untuk memperindah ruangan, desainer memadukan furnitur dengan benda-benda seni yang serasi dengan gaya klasik.

Benda seni seperti lukisan, tapestry, patung dan aksesori berupa lampu dan bantal hias tampil menyatu dalam penataan interior dengan mengacu pada konsep rumah galeri (home gallery) sehingga menjadi eye catcher dalam ruangan.

Tata pencahayaan jenis spotlight atau jenis downlight juga sudah dipasang untuk menyorot keindahan benda seni. Hal ini juga diterapkan pada area sekitar kolam renang agar tercipta suasana yang menawan. Secara keseluruhan, desain bangunan yang elegan, interior yang klasik dan benda seni di rumah ini berhasil mengekspresikan gaya hidup penghuninya.



    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write komentar

STYLE ARSITEKTUR BAROK, YUNANI KUNO, RENAISSANCE, NEOKLASIKAL

02) STYLE ARSITEKTUR BAROK 1.      San Carlo alle Quattro Fontane Contoh bangunan klasik adalah seperti San Carlo alle Quattro ...